Wednesday, 13th of May 2009
Malam ini, Tante Inda ngundang kita ke Pasar Minggu untuk makan malam bersama merayakan ulang tahun Opung Debbie yang ke 62 tahun. Sayang Ayah ga bisa ikutan karna kondisi perut yang tidak oke itu. Jadi yang pergi cuma Gayek, Effan, dan Bunda. Kita berangkat sekitar jam 19.45.
Acara yang diadakan cuma makan malam sederhana bersama-sama. Yang penting emang kebersamaannya kan, bukan hura-huranya? ;)
Oya, Opung lagi belajar bikin pizza tuh. Jadi ada pizza bikinan Opung juga ni yang jadi menu malam ini. Belum sempurna si buatannya, but it's good ;)
Waktu perjalanan menuju ke rumah Opung, di salah satu pagar kompleks BIN, ada bapak penjual sapu lidi yang selalu berjualan di sana bersama anaknya yang kurang lebih berumur 8-9 tahun. Bunda agak heran, kenapa dia memilih berjualan di sana ya, padahal lokasi itu gelap, jadi pasti banyak yang ga notice keberadaan mereka di sana. Bunda juga tahu mereka berjualan dari Gayek yang emang sering berjalan kaki di sana. Kata Gayek, kadang kala, Gayek melihat anaknya sampai ketiduran di kaki pagar sambil menemani Ayahnya berjualan. Huff.....agak miris mendengarnya.
Nah...sebelum lewat tadi, Gayek sempet ngingetin dan ngomong, "Coba liat, ada ga bapak yang jualan sapu ama anaknya itu?" Trus Bunda langsung nyahut, "Pengen ngasi duit ah...." Tapi malah dilarang Gayek. Menurut Gayek, mereka kan bukan peminta-minta, jadi jangan dikasi duit. Mending beli sapunya, tapi duitnya dilebihin. Hmm....bener juga ni saran Gayek. Takutnya nanti mereka malah beralih profesi jadi peminta-minta lagi. Padahal kan jadi penjual sapu, walaupun lebih berat, tapi lebih mulia daripada mengemis.
Akhirnya kita berenti di depan si penjual sapu. Bunda tanya berapa harga sapunya. Ternyata cuma 3 ribu rupiah. Padahal lidinya cukup banyak lho. Dan duit yang ada di tas Bunda dan gampang diraih ada lembaran 10 ribu. Jadi Bunda kasi aja semua untuk beli 1 sapu lidi.
Tapi Bunda ternyata menyesal. Kenapa ga memberi lebih. Pekerjaan mereka benar-benar halal. Hebat mereka tidak sampai 'terjerumus' menjadi pengemis. Bunda menyesal tidak mengapresiasi lebih. Seharusnya Bunda bisa lebih berusaha membuka dompet dan mengambil uang pecahan yang lebih besar. Lagian prinsip 'semakin banyak memberi, pasti akan semakin banyak diberi oleh-Nya' adalah benar kan? Belum tentu besok bisa berbuat baik lagi. Kalo bisa berbuat baik hari ini, jangan ragu-ragu. Berbuat baiklah seperti hari ini adalah saat terakhirmu. Huff...menyesal selalu datang terlambat memang.
Jadi pelajaran moral (meniru istilah Andrea Hirata) yang bisa Bunda simpulkan dari hal ini adalah 'lebih baik menyesal memberi lebih banyak, daripada memberi lebih sedikit'. Walaupun menurut Ayah, klo menyesal memberi lebih banyak adalah menjadi tidak ikhlas, tapi sepertinya lebih baik seperti itu.
Wednesday, May 13, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment